Senin, 21 Juni 2010

Takhrij Hadits

A. Pengertian, tujuan dan manfaat takhrij hadits
Secara bahasa takhrij berasal dari kata kharraja, yukharriju, yang memiliki beberapa arti, yaitu al-istinbath (mengeluarkan dari sumbernya. Selain itu juga berarti at-tadrib (latihan) dan at-taufih (pengarahan, menjelaskan duduk persoalan). Secara terminologis, men-takhrij berarti melakukan dua hal, yaitu : pertama, berusaha menemukan para penulis hadits itu sendiri dengan rangklaian silsilah sanad-nya dan menunjukannya pada karya-karya mereka. Kedua, memberikan penilaian kualitas hadits.
Tujuan pokok men-takhrij hadits adalah : mengetahui sumber asal hadits yang di-takhrij dan juga untuk mengetahui keadaan hadits tersebut yang berkaitan dengan maqbul dan mardud-nya. Sementara untuk kegunaan takhrij hadits adalah
1. dapat mengetahui keadaan hadits sebagaimana yang dikehendaki atau yang ingin dicapai pada tujuan pokoknya.
2. dapat mengetahui keadaan sanad hadits dan silsilahnya berapapun banyaknya.
3. dapat meningkatkan kualitas hadist.
4. dapat mengetahui pandangan para ulama terhadap ke-shahih-an suatu hadits.
5. dapat membedakan mana para pe-rawi yang ditinggalkan atau yang dipakai.
6. dapat menetapkan sesuatu hadits yang dipandang mubham menjadi tidak mubham karena ditemukannya beberapa jalan sanad, atau sebaliknya.
7. dapat menetapkan muttashil kepada hadits yang diriwayatkan dengan menggunakan adat at-tahamul wa al-ada' (kata-kata yang dipakai dalam penerimaan dan periwayatan hadits) dengan 'an'anah (kata-kata 'an/dari).
8. dapat memastikan idenditas para pe-rawi.
B. Sejarah takhrij
Kegiatan men-takhrij hadits ini muncul dan diperlukan pada masa ulama mutaakhirin, yang sebelumnya tidak pernah dibicarakan dan diperlukan. Adanya pemikiran tentang takhrij ini muncul dan diperlukan ketika para ulama merasa mendapat kesulitan untuk merujukkan hadits yang tersebar pada berbagai kitab dengan berbagai disiplin ilmu yang bermacam-macam. Para ulama mengeluarkan hadits-hadits yang dikutip kitab-kitab lain, dengan merujukkan kepada sumber-nya yang didalamnya juga dibicarakan kualitas-kualitas ke-shahih-annya, dimana perkembangan ini banyak muncul kitab-kitab takhrij. Tetapi pada saat itu kitab-kitab takhrij hanya berupa mahthuthah (manuskrip saja).
Pada saat itu, menurut ath-Thahhan, kitab yang paling bvaik adalah kitab karya al-Zaila'i yang berjudul Nash bar Rayah li Ahadits al-Hidayah, yang didalam kitab itu dijelaskan cara men-takhrij hadits yaitu :
♦disebutkannya nash hadits yang terdapat dalaam kitab al-Hidayah (kitab yang di-takhrij-nya,karya al-Marginani)
♦disebutkan siapa saja dari penyusun kitab-kitab hadits yang dinilai sebagai sumber utama dari hadist yang telah diriwayatkannya, dengan menyebutkan sanad-nya secara lengkap
♦disebutkan hadits-hadits yang memperkuat hadits dimaksud, disertai dengan menyebutkan pe-rawi-nya
♦jika terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama, dikemukakannya hadits-hadits yang dapat dijadikan pegangan bagi pihak yang berselisih
C. Cara men-takhrij hadits
Ada lima cara untuk men-takhrij hadits yaitu :
1. Men-takhrij melalui pengenalan nama sahabat pe-rawi
Ini hanya bisa dilakukan apabila telah diketahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut dan apabila nama sahabat telah diketahui maka pen-takhrij-an dapat dilakukan dengan bantuan kitab :
●Al-Masanid, yaitu semacam kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Susunan nama-nama sahabat daklam kitab ini tidaklah sama, ada yang disusun secara alfabetis, ada yang berdasarkan kelompok urutan waktu masuk Islam atau keutamaan sahabat dan ada juga yang berdasarkan keutamaan kabilah atau kota. Musnad yang cukup terkenal adalah karya Ahmad bin Hanbal, Abu Bakr Abdullah bin az-Zubair al-Humaidi, dan Abu Daud Sulaiman bin Daud ath-Thayalisi.
●Al-Ma'ajim (kitab-kitab al-Mu'jam)
merupakan kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan musnad sahabat, guru (suyukh) atau negeri-negeri tertentu.Yang paling terkenal adalah karya Abu al-Qosim Sulaiman bin ath-Thabrani dan karya Abu Ya'la Ahmad bin Ali al-Maushuli.
●Kitab-kitab al-Athraf
merupakan jamak dari ath-tharf (sisi atau bagian) maka kata ath-tharf al-Hadits berarti bagian dari matan yang menunjukkan sisanya. Pda kitab-kitab ini penyusun menyebutkan sebagian dari matan hadits dengan menyebutkan sanad-nya, baik secara lengkap atau tidak. Umunya disusun berdasarkan nama-nama sahabat secara alfabetis dan ada juga alfabetis berdasarkan kata awal dari matan haditsnya. Penulis kitab athraf antara lain Abu Mas'ud Ibrahim bin Muhammad ad-Dimasqi, Ibn 'Asakir, Abu al-Hajjaj Yusuf Abdurrahman al-Mizzi, Abd al-Mugni an-Nablusi.
2. Men-takhrij melalui pengenalan awal lafazh pada matan
Dengan mengenal awal matan hadits maka hadits dapat di-takhrij dengan bantuan kitab-kitab haditsyang dapat menunjuk kepada sumbernya. Kitab-kitab itu adalah
●Kitab yang memuat hadits-hadits yang banyak dikenal orang (al-musytaharah)
maksudnya adalah hadits-hadits yang banyak beredar di masyarakat, baik itu Shahih, Hasan, atau Dha'if bahkan Maudhu'. Kitab itu antara lain Ad-Durar alo-Muntatsyirah fi al-Ahadits al-Musythaharah karya as-Suyuthi, at-Tadzkierah fiu al-Ahadits al-Musytaharah karya Badr ad-Din Muhammad bin Abdullah az-Zarkasyi.
●Kitab hadits yang matan-nya disusun secara alfabetis
kitab ini bverisi hadits-hadits yang diambil dari beberapa kitab yang disusun secara alfabetis dengan membuang sanad-nya, tetapi ditunjukkan juga sumber utamanya yang memuat sanad secara lengkap.Pda kitab ini identitas sanad hanya dalam wujud huruf singkatan. Salah satu yang terkenal adalah karya as-Suyuthi.
●Kitab-kitab kunci dan daftar isi kitab hadits tertentu
Sistem penyusunan kitab ini adalah secara alfabetis, ytaitu potongan hadits dari shahih bukhari dan muslim disusun dan diberi keterangan seperlunya tentang isi kitab/bab, nomor urut bab, jilid dan halamannya.
3. Men-takhrij melalui pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar dalam pembicaraan
Alat yang dipakai adalah al-Mu'jam al-Mufharas li Alfazh al-Hadits an-Nabawioleh AJ Wensink yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab oleh Muhammad Fuad Abd al-Baqi, yang merujuk pada sembilan kitab hadits induk.Salah satu petunjuk penting adalah bahwa sumber yang dijadikan rujukan diberi kode dengan : خ(al-Bukhari), م (Muslim), dll.
4. Men-takhrij melalui pengenalan topik yang terkandung dalam matan hadits
Cara ini dapat dipakai oleh mereka yang banyak menguasaio matan hadits dan kandungannya. Ada tiga bagian yang penting yaitu kitab yang memuat seluruh bab dan topik ilmu agama, kitab yang banyak memuat bab atautopik tetapi tidak mencakup seluruh bab secara lengkap dan kitab yang hanya membahas bab atau topik yang khusus.
5. Men-takhrij melalui pengamatan terhadap ciri-ciri tertentu pada matan atau sanad
Melihat cirri-ciri tertentu dalam matan maupun sanad-nya maka akan ditemukan hadits itu berasal. Cirri-ciri yang dimaksud adalah cirri-ciri maudhu', cirri-ciri ghadits qudsi, cirri-ciri dalam periwayatan dengan silsilah sanad tertentu, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Utangf Ranuwijaya, M.A.1996.Ilmu Hadits. Jakarta:Gaya Media Pratama
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy.2001.Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits.Semarang:PT.Pustaka Rizki Putra

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites