Intelegensi
Intelegensi dianggap sebagai suatu norma yang ditentukan secara statistis. Banyak orang menganggap bahwa intelegensi adalah apa yang diukur oleh suatu tes intelegensi. Mencapai prestasi yang lebih rendah yang tidak disebabkan oleh faktor intelektual, sekarang banyak dianggap disebabkan oleh apa yang disebut ketakutan akan gagal (Hermans,1971). Ia juga mengemukakan bahwa kegagalan peserta didik pada saat ini adalah banyak berhubungan dengan situasi pengajaran, maupun situasi hidup secara keseluruhan. Sehingga ketakutan akan kegagalan ini akan menyebabkan kapasitas intelektual peserta didik tidak bekerja secara optimal. Intelegensi menurut Wechseler adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan seseorang untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Pada umumnya intelegensi yang "normal" yang biasa dipakai oleh kebanyakan orang menjadi cara berpikir dan berkata yang sesuai sedangkan kreativitas sering diabaikan padahal dengan kretivitas, peserta didik akan mampu mengembangkan emansepasi dirinya. Jadi yang perlu diperhatikan bahwa kecerdasan belum tentu menjamin keberhasilan di sekolah, tetapi tidak kita pungkiri bahwa setidaknya kecerdasan akan sedikit banyak membantu dalam memperoleh kesuksesan di sekolah.
Motivasi
Motivasi yang sering kita kenal adalah motivasi yang bersifat konstruktif, padahal tidak selamanya motivasi itu akan membantu menuju keberhasilan, ada juga motivasi yang bersifat destruktif. Bagi peserta didik pemberian motivasi tidak hanya sekadar menambah rewards tetapi yang dibutuhkan oleh peserta didik adalah motivasi yang bersifat batiniah. Keluarga sangat berperan sangat penting, dimana keluarga akan membentuk kepribadian seseorang. Pemberian motivasi sedikit banyak akan memberikan nilai tersendiri bagi peserta didik. Pemberian motivasi harus sesuai dengan tingkat kebutuhannya agar motivasi itu dapat digunakan sepenuhnya oleh peserta didik.
Kondisi Emosi
Emosi dalam diri manusia identik dengan marah, sedih, takut, bahagia, malu, cinta, yang itu menjadi titik tolak bagi nuansa kehidupan. Tepi luar dari lingkaran emosi adalah terisi oleh suasana hati yang secara teknis lebih tersembunyi dan berlangsung lebih lama dari yang selama ini kita kenal. Di luar suasana hati itu terdapat kesiapan untuk memunculkan emosi tertentu yang membuat peserta didik menjadi murung, takut ataupun bergembira. Peserta didik yang memiliki proporsi lebih untuk pikiran yang emosional biasanya memiliki respon yang cepat tetapi kadang ceroboh terhadap apa yang dilakukannya. Disamping itu mereka juga lebih mementingkan perasaannya daripada pemikirannya. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa peran emosi pada peserta didik dalam mempengaruhi proses belajar adalah peserta didik harus mampu mengendalikan, mengelola sampai mengungkapkan perasaannya; mampu mengidentifikasi setiap permasalahan serta mampu membedakan penggunaan antara perasaan dengan pemikiran sehingga proses beljarpun akan terjadi secara menyeluruh dan nantinya akan mendapatkan hasil yang tidak mengecewakan dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
0 komentar:
Posting Komentar