Senin, 21 Juni 2010

EPISTIMOLOGI DAN PARADIGMA KETERPADUAN IPTEK DAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN AL-SUNNAH

Persoalan epistimologi ilmu agama dan ilmu umum harus dilihat sebagai al-hisab al-khitami ‘evaluasi akhir’, dimana ini merupakan tradisi ilmiah untuk mencatat segala pesan, dinamika, dan gerak laju peradaban umat Islam (Legacy of Islam). Dalam kenyataannya, pada paruh pertama millenium kedua, kau muslimin mampu menguasai dunia sedangkan pada paruh kedua millenium kedua, kendali dunia beralih ke pihak Barat, dimana mereka mulkai bangkit dari kegelapannya menuju cahaya, dari kemandekan menuju pembebasan, dan dari puritanisme menuju progresivitas. Menurut Prof. Fuat Sezgin, selaku penulis buku Geschicte des Arabischen Schrifttums, ia menemukan bahwa tidak sedikit karya ilmuwan muslim yang dibajak dengan menyalinnya dan membubuhkan nama penyalin itu sendiri sebagai ganti nama penulis aslinya.
Konsekuensi Clash of Civilization yang diungkapkan oleh Samuel Huntington menyatakan bahwa “yang bertahan adalah yang paling berkualitas, bukan yang paling kuat (adikuasa)”. Teori “yang bertahan adalah yang paling kuat” merupakan hukum rimba, sedangkan teori “yang bertahan adalah yang paling berkualitas” merupakan hukum insani.
Samuel Huntington juga meyakinkan bahwa kaum muslim dapat saja kembali seperti zaman keemasannya dulu kecuali kalau mereka mau kembali memahami hakekat kehidupan dalam Islam atau mempelajari ilmu yang dianjurkan dan dimiliki oleh agamanya.
Banyak sekali tulisan-tulisan atau pernyataan-pernyataan yang menunjukkan bahwa mereka mencoba merekonstruksi paradigma keterpaduan iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan Islam dalam perspektif Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Bahkan menurut Baiquni, menyatakan bahwa sains atau ilmu pengetahuan merupakn himpunan rasionalitas kolektif insani yang diperoleh melalui suatu penalaran dengan akal sehat dan penelaahan dengan pikiran yang kritis terhadap data pengukuran yang dihimpun dari serangkaian pengamatan pada alam nyata (al-kaun) di sekeliling kita yang dibimbing lewat Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Secara singkat dapat diartikan bahwa sains yang dikuasai manusia dijadikan sebagai sumber teknologi bagi kesaejahteraannya dalam memanfaatkan lingkungannya yang dikelolanya dengan baik hingga pantas disebut khalifah Allah fi al-ardhi.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites